Terisolasi di Hotel, Zaskia Adya Mecca Dikepung Polisi Saat Hendak ke Gaza

Bogorplus.id – Aktris tanah air Zaskia Adya Mecca turut ambil bagian dalam aksi damai menuju Gaza, Palestina.

Kali ini, ia terlibat dalam aksi solidaritas internasional bertajuk Global March to Gaza.

Aksi tersebut dilakukannya dengan long march damai sejauh 50 kilometer dari Kairo menuju perbatasan Mesir-Gaza, tepatnya di Gerbang Rafah.

Zaskia tidak melangkah sendirian. Sejumlah figur publik Tanah Air ikut serta dalam rombongan ini.

Di antaranya Wanda Hamidah, Ratna Galih, Hamidah Rachmayanti, Indadari, dan Irfan Farhad.

Aksi ini digagas untuk menyerukan pembukaan jalur bantuan kemanusiaan tanpa syarat ke Gaza, menghentikan agresi militer Israel, serta mendesak penarikan pasukan dan diakhirinya penjajahan atas Palestina.

Sejak mendarat di Mesir, Zaskia dan rombongannya telah mengalami berbagai tekanan administratif hingga intimidasi dari aparat keamanan.

Dalam unggahan di akun Instagram pribadinya, Zaskia menjelaskan bahwa karena pendaftaran kontingen Indonesia sudah ditutup, ia bersama rombongan resmi mendaftar sebagai bagian dari delegasi Malaysia.

“Kami sign up sebagai peserta secara resmi under kontingen dari Malaysia. Karena telat daftar, jadi sudah tidak bisa tambah perwakilan utama atas nama Indonesia,” ungkapnya dalam postingan tersebut.

Meski mendapat dokumen resmi dari penyelenggara, mereka tak lepas dari tekanan.

Setibanya di Kairo, Zaskia menyaksikan langsung peserta dari negara lain, khususnya dari Eropa, mengalami deportasi massal di bandara.

Situasi itu makin memanas ketika rombongan Indonesia mulai menjadi target pengawasan intensif.

Hotel Dikepung Polisi dan Intelijen

Insiden serius bahkan terjadi saat hotel tempat mereka menginap tiba-tiba didatangi aparat.

Dalam sebuah video, Zaskia mengungkap bahwa sejak pagi hari, sejumlah kendaraan polisi, intelijen, hingga mobil tahanan terparkir di depan hotel.

“Jam 7 pagi ada 3 mobil polisi datang ke hotel, melakukan sweeping. Empat bule dibawa dengan mobil polisi, dan kami yang bernegosiasi. Sudah harus bertindak tepat, semua ambil risiko,” katanya.

Rombongan yang terdiri dari 10 orang tersebut seakan ‘terkunci’ dalam hotel. Mereka tidak bisa bergerak bebas.

Keberadaan aparat yang terus memantau bahkan meningkatkan tekanan mental.

“Sekitar 20 polisi, intel, mobil polisi bahkan mobil tahanan siap di depan bus, khusus disiapkan untuk kami ber-10,” jelas Zaskia.

Beruntung, Zaskia dan rombongan bisa membujuk aparat bahwa mereka hanya turis asal Indonesia.

Meski begitu, pengawasan tidak berhenti. Aparat terus membayangi setiap langkah mereka, merekam aktivitas, dan menunjukkan sikap intimidatif secara terbuka.

Demi menghindari tekanan, Zaskia dan rombongan memutuskan pindah ke hotel bintang lima. Harapannya, standar keamanan dan protokol hotel mampu melindungi mereka dari intervensi aparat. Namun, harapan itu kandas.

“Ternyata salah, mereka tetap terang-terangan mengikuti kami. Semua staf hotel seperti di-briefing, dan menatap kami dengan tatapan marah dan curiga. Seolah-olah kami ini tahanan,” jelasnya.

Dalam tekanan seperti itu, Zaskia dan rombongan akhirnya menyamar menjadi turis biasa.

Mereka menyewa kapal wisata dan menyusuri Sungai Nil, mencoba melepaskan sejenak ketegangan.

Di momen itu, Zaskia mengenang kisah Nabi Musa dan ibunya yang menghanyutkan sang bayi dengan keyakinan kepada Tuhan.

“Kami playing tourist, naik kapal depan hotel. Mencoba merasakan kepasrahan juga keyakinan ibunda Nabi Musa ketika menghanyutkan bayinya di sungai ini,” tulisnya penuh makna.

Meski fisik dan mental terasa lelah, Zaskia tetap menjaga semangat. Ia terus menanamkan keyakinan bahwa perjuangan ini bukan hanya tentang dirinya, tapi juga tentang solidaritas terhadap penderitaan warga Palestina.

“Dari pagi kami mengalami tekanan seperti ini saja rasanya lelah luar biasa. Entah kekuatan sebesar apa yang dimiliki saudara-saudara kita di Palestina,” tutupnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *