Eks Dirut Bank DKI dan Petinggi BJB Jadi Tersangka Korupsi Kredit PT Sritex

bogorplus.id – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengumumkan tiga individu sebagai tersangka dalam kasus korupsi terkait pemberian fasilitas kredit kepada PT Sritex. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa penetapan tersangka tersebut berdasarkan ditemukan bukti yang cukup. Ketiga tersangka itu antara lain Iwan Setiawan Lukminto, Direktur Utama PT Sritex dari tahun 2005 hingga 2022, Zainuddin Mappan, Direktur Utama Bank DKI pada tahun 2020, dan Dicky Syahbandinata, Pemimpin Divisi Komersial dan Korporasi di Bank BJB. “Menetapkan tiga orang tersebut sebagai tersangka karena telah ditemukan bukti yang cukup terhadap aksi korupsi pemberian kredit kepada PT Sritex. Yang pertama adalah saudara DS, selaku pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial PT BJB tahun 2020. Kedua, ZF, selaku Dirut PT Bank DKI Jakarta tahun 2020. Kemudian yang ketiga adalah ISL selaku Dirut PT Sritex tahun 2005-2022,” ujarnya saat konferensi pers, Rabu (21/5/2025). Qohar menambahkan, ketiga tersangka diwajibkan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka berdasarkan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 dari Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang sudah direvisi dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Tim penyelidik menemukan adanya bukti awal bahwa telah terjadi korupsi dalam proses pemberian pinjaman bank pemerintah kepada PT Sritex, dengan total utang yang belum dibayar hingga Oktober 2024 mencapai Rp 3,5 triliun. Jumlah ini terdiri dari pinjaman Bank Jateng sebesar Rp 395,6 miliar, Bank BJB sebesar Rp 543,9 miliar, dan Bank DKI Rp 149,7 miliar. Di samping itu, Sritex juga memiliki utang sebesar Rp 2,5 triliun dari bank sindikasi, termasuk Bank BNI, Bank BRI, dan LPEI. “Selain pemberian kredit terhubung di atas, PT Sri Rezeki Isman Tbk juga mendapatkan pemberian kredit di bank swasta yang jumlahnya sebanyak 20 bank. Ini tidak saya sebut ya, karena banyak sekali, jumlahnya 20 bank,” ungkapnya. Kejagung menduga bahwa pemberian pinjaman kepada PT Sritex dilakukan secara ilegal dan telah menimbulkan kerugian bagi keuangan negara mencapai Rp 692,9 miliar dari total utang Rp 3,5 triliun. “Bahwa akibat adanya pemberian kredit secara melawan hukum tersebut yang dilakukan oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat, Banten dan PT Bank DKI Jakarta kepada PT Sri Rezeki Ismanti BK telah mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara sebesar Rp 692.908.592.122 dari total nilai outstanding atau target yang belum dilunasi sebesar Rp3,58 triliun,” katanya.
PT Sritex Lakukan PHK Massal, Berikut Kronologinya

bogorplus.id – PT Srtix lakukan PHK Massa terhadap 12.000 karyawannya. PT Sri Rejeki Isman TBK (Sritex), merupakan sebagai salah satu produsen tekstil terbesar di Asia Tenggara, secara resmi menghentikan bisnis pada 1 Maret 2025 setelah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang. PT Sritex Lakukan PHK Massal, Berikut Kronologinya Melalui Keputusan No. 12/PDT.SUS-PKPU/2021/PN.NIAGA.SMG SRITEX, pengadilan Perdagangan Semarang secara resmi menetapkan PT Sritex dalam kasus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) pada Mei 2021. CV Prima Karya mengajukan permohonan PKPU yang mencakup tiga anak perusahaan Sritex yaitu Pt Sinar Pantja Djaja, Pt Bitratex Industrie, dan PT Primayudha Mandirijaya pada April 2021. Melalui Keputusan homologasi, para kreditur menyetujui proposal perdamaian yang diajukan oleh Sritex pada Januari 2022. Namun Sritex gagal memenuhi kesepakatan yang disetujui, Permohonan pembatan homologasi diajukan harus berakhir dengan status perusahaan pailit. Akhirnya Mahkamah Agung memperkuat keputusan kebangkrutan Sritex secara hukum pada Desember 2024. Keputusan ini menyebabkan 12.000 karyawan Sritex kehilangan pekerjaan. Tiga anak usaha Sritex yaitu PT Primayudha Boyolali, PT Sinar Pantja Jaya, dan PT Bitratex Semarang ikut berdampak pada keputusan ini. Keputusan ini berdampak juga pada rantai pasok tekstil dan ekonomi lokal di wilayah sekitar pabrik tidak hanya berdampak pada karyawan, para mantan karyawan kini menghadapi ketidakpastian dalam mencari pekerjaan baru di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu. Ribuan karyawan yang terkena dampak dalam proses PHK Massal menerima surat PHK dan mengurus hak-hak mereka, termasuk pesangon, gaji yang tertunda, Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Proses pencairan hak-hak karyawan masih menunggu hasil likuidasi aset perusahaan, sementara kebutuhan hidup terus berjalan. Sritex merupakan aset nasional yang mestinya bisa diselamatkan dengan strategi yang tepat dan intervensi kebijakan yang lebih kuat. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berharap Sritex bisa diselamatkan, tetapi upaya tersebut tidak membuahkan hasil yang baik. Refleksi untuk Industri dan Pemerintah Kasus Sritex menjadi peringatan keras bagi pemerintah untuk lebih serius dalam melindungi industri lokal, terutama di tengah gempuran impor dan persaingan global. Menandai akhir dari perjalanan panjang perusahaan yang berdiri sejak 1966, direktur utama Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto, menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada seluruh karyawan yang selama ini menjadi tulang punggung perusahaan.