bogorplus.id – Pemberian tunjangan kinerja dosen diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Permendiktisaintek) No 23 Tahun 2025 mengenai Pemberian Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kemendiktisaintek.
Menurut Permendiktisaintek tersebut, tunjangan kinerja (tukin) untuk dosen mencapai 100 persen, yang ditentukan berdasarkan capaian kinerja. Capaian ini mencakup penilaian kinerja dasar sebesar 60 persen dan kinerja prestasi sebesar 40 persen.
Tukin ini diperuntukkan bagi dosen di perguruan tinggi satuan kerja (satker) dan perguruan tinggi badan layanan umum (BLU) yang belum menerima remunerasi.
Sebagai tanggapan terhadap aturan tersebut, Ketua Aliansi Dosen ASN Kemendiktisaintek Seluruh Indonesia (ADAKSI), Dr. Fatimah SSi MP, menyatakan bahwa mereka akan dilibatkan oleh Kemendiktisaintek melalui dua perwakilan aliansi dalam pembahasan terkait kinerja prestasi, yang akan diadakan secara daring pada Selasa (29/4/2025) pukul 13. 00 WIB.
Merespons aturan ini, Ketua Aliansi Dosen ASN Kemendiktisaintek Seluruh Indonesia (ADAKSI) Dr Fatimah SSi MP mengatakan pihaknya akan dilibatkan Kemendiktisaintek melalui dua perwakilan aliansinya dalam pembahasan bersama kinerja prestasi pada Selasa (29/4/2025) pukul 13.00 WIB secara daring.
“Kita berusaha menampung suara-suara dari kawan agar kinerja prestasi ini tidak memberatkan tetapi juga tidak meninggalkan tentang kinerja,” ujarnya dalam konsolidasi nasional ADAKSI yang disiarkan di kanal YouTube resminya, Kamis (24/4/2025) malam.
Usulan Mengenai Tukin Dosen
Dr. Slamet Widodo SP MSi dari Universitas Trunojoyo Madura mengajukan agar kinerja prestasi dosen dihitung berdasarkan kelebihan SKS yang dilaporkan dalam Laporan Kerja Dosen Beban Kerja Dosen (LKD BKD).
Beban Kerja Dosen (BKD) mencakup kegiatan yang diwajibkan kepada dosen dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik profesional dan ilmuwan dalam jangka waktu tertentu.
Dalam usulannya, BKD maksimal merujuk pada beban kerja mahasiswa Diploma dan Sarjana yang tidak melebihi 24 SKS. Dengan demikian, jika kinerja prestasi diambil dari kelebihan SKS, maka LKD BKD tertinggi adalah 24 SKS yang setara dengan 40 persen tukin. Jika tidak mencapai 24 SKS, akan ada pengaturan gradasi dengan beberapa tingkat, seperti 10, 20, dan 30 persen.
Kinerja Prestasi Berdasarkan Kontribusi Dosen pada IKU
Usulan lainnya, Slamet menjelaskan bahwa kinerja dosen dapat diukur dari seberapa besar kontribusi mereka terhadap capaian kinerja organisasi yang dinyatakan dalam Indikator Kinerja Universitas (IKU).
Indikator ini diambil dari Indikator Kinerja Dosen (IKD) serta aktivitas-aktivitas yang dinilai sebagai kontribusi terhadap IKU. Ia mencontohkan, dalam satu tahun akademik, pelaksanaan pengajaran termasuk dalam BKD, yang menjadi dasar perhitungan tukin dosen untuk komponen kinerja dasar dengan bobot 60 persen.
Sementara itu, IKU yang melibatkan minimal satu metode pembelajaran kreatif berbasis student-centered learning (SCL) menjadi dasar perhitungan tukin untuk komponen kinerja prestasi yang berbobot 40 persen.
“Misalnya ada pendampingan mahasiswa. Kemudian menjadi chief editor, menjadi reviewer, ini prestasi luar biasa,” tambahnya.
“Membimbing prestasi mahasiswa hingga lolos PKM (Program Kreativitas Mahasiswa), lolos PPK Ormawa ( Program Penguatan Kapasitas Organisasi Kemahasiswaan), maka dia menyumbang IKU,” imbuhnya.
Perhatikan Batasan Kinerja
Prof. Dr. Edi Syafri ST MSi dari Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh mengusulkan agar target kinerja publikasi tidak melebihi kewajiban khusus bagi dosen guru besar, lektor kepala, lektor, maupun asisten ahli.
Ia juga menekankan pentingnya bahwa kinerja publikasi dosen di perguruan tinggi tidak disamakan dengan kinerja peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mengingat adanya tri dharma perguruan tinggi yang meliputi pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, serta pengabdian kepada masyarakat.
Edi menyampaikan bahwa Kemendiktisaintek perlu memperhatikan berbagai kendala yang dihadapi dalam publikasi hasil penelitian di jurnal bereputasi, terutama di lingkungan politeknik. Beberapa tantangan tersebut meliputi lamanya waktu tunggu untuk publikasi, biaya yang tinggi hingga mencapai puluhan juta, serta kemampuan analisis kritis yang masih kurang memadai.
Selain itu, kredibilitas dan fokus tulisan juga belum optimal, pengalaman yang minim, dan tingginya probabilitas ditolak oleh jurnal berkualitas menjadi kendala yang signifikan.
Terkait dengan karya ilmiah, Edi menekankan agar standar kelulusan publikasi di jurnal terindeks Scopus tidak disamakan dengan Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN BH).
Ia menggarisbawahi pentingnya dukungan berupa hibah penelitian, karena PTN BH pemerintah dorong untuk berdaya saing di tingkat internasional.
Dalam kesempatan yang sama, Dr. Dr. Ir. Esther S. Manapa dari Universitas Hasanuddin juga menekankan perlunya perhatian Kemendiktisaintek terhadap beban kerja dosen, agar tidak berpengaruh negatif pada kesehatan fisik dan mental mereka. Hal ini penting, karena Dampaknya akan terlihat pada kualitas pengajaran dan pendidikan mahasiswa.
Ia menyarankan agar capaian kinerja dasar dihitung berdasarkan 12 SKS, sementara capaian kinerja prestasi dapat ditambahkan menjadi total 13-16 SKS.
Berkaitan dengan itu, terdapat ketentuan pemberian Tunjangan Kinerja (Tukin) dosen yang diatur dalam Permendikti No. 23 Tahun 2025. Berikut adalah aturan terkait pemberian tukin untuk dosen di lingkungan Kemendiktisaintek.
Pegawai akan menerima tunjangan kinerja (tukin) setiap bulan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Besaran tukin ditentukan berdasarkan kelas jabatan masing-masing pegawai. Penting untuk dicatat bahwa tunjangan ini juga dikenakan pajak penghasilan.
Pegawai yang menerima tukin diwajibkan untuk mempertahankan dan meningkatkan pelaksanaan reformasi birokrasi sesuai dengan ketentuan yang ada. Monitoring dan evaluasi akan dilakukan secara berkala oleh Menteri Diktisaintek serta tim reformasi birokrasi nasional.
Tunjangan kinerja ini mulai berlaku sejak 1 Januari 2025, dengan mempertimbangkan jumlah tukin yang telah diterima sebelumnya. Pemberian tukin juga akan mempertimbangkan pencapaian kinerja, yang terdiri dari penilaian pemenuhan kinerja dasar (60 persen) dan kinerja prestasi (40 persen) dosen yang bersangkutan.
Untuk dosen di perguruan tinggi negeri (PTN), capaian kinerja akan dinilai setiap semester oleh pimpinan PTN. Sementara itu, bagi dosen yang bertugas di perguruan tinggi swasta (PTS), penilaian dilakukan oleh pimpinan PTS dan disampaikan kepada Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti).
Bagi dosen yang menerima tunjangan profesi, tukin yang dibayarkan adalah selisih antara tukin sesuai kelas jabatan dan tunjangan profesi di jenjangnya. Jika tunjangan profesi lebih besar, maka hanya tunjangan profesi yang akan dibayarkan. Dosen yang merangkap jabatan fungsional dan jabatan manajerial akan mendapatkan tukin berdasarkan kelas jabatan yang lebih tinggi.
Dosen calon pegawai negeri sipil (CPNS) akan menerima 100 persen tukin sesuai dengan kelas jabatan yang ditetapkan, mulai dari saat mereka melaksanakan tugas sebagai CPNS dengan surat pernyataan. Sementara itu, tukin dosen yang sedang menjalani tugas belajar dan izin belajar akan mendapatkan 80 persen dari tunjangan sesuai kelas jabatan yang ditetapkan sebelum melaksanakan tugas belajar.
Jika dosen mengambil cuti tahunan, cuti melahirkan, atau cuti alasan penting, tukin akan dibayarkan 100 persen. Sedangkan untuk cuti besar, tukin akan dibayarkan 100 persen jika cutinya kurang dari 2 bulan dan 40 persen jika antara 2 sampai 3 bulan.
Tukin bagi dosen yang sakit akan diatur sebagai berikut:
- Dibayarkan 100 persen jika sakit antara 3 hingga 14 hari, dengan kemungkinan perpanjangan sampai 1 bulan.
- Dibayarkan 40 persen untuk sakit lebih dari 1 bulan, dengan perpanjangan setiap bulan sampai 6 bulan.
- Tidak ada tukin jika sakit berlangsung antara 6 bulan hingga 1 tahun, dengan kemungkinan perpanjangan sampai maksimal 1 tahun 6 bulan.
Jika seorang dosen sakit lebih dari 3 hari kerja tanpa melaporkan surat keterangan dokter, maka tukinnya akan dipotong sebesar 3 persen per hari. Untuk dosen yang meninggal, tukin akan dibayarkan 100 persen tanpa potongan pada bulan terakhir mereka bekerja.
Dalam keadaan darurat bencana, dosen yang terdampak akan mendapatkan 100 persen tukin pada hari kerja mereka terkena dampak, dengan status keadaan darurat tersebut ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan rekomendasi badan penanggulangan bencana.
Pemotongan tukin akan dilakukan berdasarkan hasil evaluasi kinerja periodik yang dilaksanakan setiap semester. Selain itu, pemotongan tukin akan diterapkan pada semester setelahnya. Dosen yang mendapatkan predikat “Baik” atau “Sangat Baik” tidak akan dikenakan pemotongan tukin.
Sebaliknya, jika predikat kinerjanya adalah “Butuh Perbaikan”, tukin akan dipotong sebesar 5 persen; “Kurang” akan dipotong 10 persen; dan “Sangat Kurang” akan dipotong 15 persen.
Tukin tidak akan diberikan kepada dosen yang:
- Diberhentikan sementara atau dinonaktifkan.
- Diberhentikan dari jabatan organiknya tetapi masih menerima uang tunggu, serta belum diberhentikan sebagai pegawai.
Dosen yang mengambil cuti di luar tanggungan negara atau yang bebas tugas untuk persiapan pensiun, serta dosen di Badan Layanan Umum (BLU) yang telah menerima remunerasi, dan dosen di Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH).