bogorplus.id – PT Srtix lakukan PHK Massa terhadap 12.000 karyawannya. PT Sri Rejeki Isman TBK (Sritex), merupakan sebagai salah satu produsen tekstil terbesar di Asia Tenggara, secara resmi menghentikan bisnis pada 1 Maret 2025 setelah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang.
PT Sritex Lakukan PHK Massal, Berikut Kronologinya
Melalui Keputusan No. 12/PDT.SUS-PKPU/2021/PN.NIAGA.SMG SRITEX, pengadilan Perdagangan Semarang secara resmi menetapkan PT Sritex dalam kasus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) pada Mei 2021.
CV Prima Karya mengajukan permohonan PKPU yang mencakup tiga anak perusahaan Sritex yaitu Pt Sinar Pantja Djaja, Pt Bitratex Industrie, dan PT Primayudha Mandirijaya pada April 2021.
Melalui Keputusan homologasi, para kreditur menyetujui proposal perdamaian yang diajukan oleh Sritex pada Januari 2022.
Namun Sritex gagal memenuhi kesepakatan yang disetujui, Permohonan pembatan homologasi diajukan harus berakhir dengan status perusahaan pailit. Akhirnya Mahkamah Agung memperkuat keputusan kebangkrutan Sritex secara hukum pada Desember 2024.
Keputusan ini menyebabkan 12.000 karyawan Sritex kehilangan pekerjaan. Tiga anak usaha Sritex yaitu PT Primayudha Boyolali, PT Sinar Pantja Jaya, dan PT Bitratex Semarang ikut berdampak pada keputusan ini.
Keputusan ini berdampak juga pada rantai pasok tekstil dan ekonomi lokal di wilayah sekitar pabrik tidak hanya berdampak pada karyawan, para mantan karyawan kini menghadapi ketidakpastian dalam mencari pekerjaan baru di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu.
Ribuan karyawan yang terkena dampak dalam proses PHK Massal menerima surat PHK dan mengurus hak-hak mereka, termasuk pesangon, gaji yang tertunda, Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Proses pencairan hak-hak karyawan masih menunggu hasil likuidasi aset perusahaan, sementara kebutuhan hidup terus berjalan.
Sritex merupakan aset nasional yang mestinya bisa diselamatkan dengan strategi yang tepat dan intervensi kebijakan yang lebih kuat. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berharap Sritex bisa diselamatkan, tetapi upaya tersebut tidak membuahkan hasil yang baik.
Refleksi untuk Industri dan Pemerintah Kasus Sritex menjadi peringatan keras bagi pemerintah untuk lebih serius dalam melindungi industri lokal, terutama di tengah gempuran impor dan persaingan global.
Menandai akhir dari perjalanan panjang perusahaan yang berdiri sejak 1966, direktur utama Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto, menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada seluruh karyawan yang selama ini menjadi tulang punggung perusahaan.